Bisnis
Indonesia : Keuangan |
Edisi :
08-MAY-2000 |
'Indikator makro sudah baik'
JAKARTA (Bisnis): Pekan lalu
rupiah mulai stabil di posisi 7.900 setelah sebelumnya sempat tembus Rp 8.010. Stabilnya
rupiah tak lepas dengan berbagai perbaikan indikator makro ekonomi pada kuartal pertama
2000.
Untuk mengikuti perkembangan dan prospek rupiah di masa mendatang,
Bisnis berbincang-bincang dengan pengamat pasar uang Dicky Iskandardinata. Berikut
petikannya.
Pekan lalu rupiah mulai stabil, indikasi apa ini?
Benar. Tapi ingat stabilnya rupiah pekan lalu setelah sebelumnya sempat
melemah, jadi posisi rupiah sekarang berada pada stabil lemah.
Stabilnya rupiah memang dipicu oleh berbagai faktor makro ekonomi yang
diumumkan pemerintah dan Bank Indonesia, ada sedikit perkembangan positip selama kuartal
pertama tahun ini.
Namun secara keseluruhan faktanya makroekonomi kita masih jauh dari
baik, apalagi pulih. Karena itu rupiah berada pada posisi stabil lemah. Ini
mengindikasikan belum ada dukungan riil terhadap rupiah.
Apa yang memicu rupiah melemah beberapa waktu lalu?
Mulanya dari Undang-Undang Lalu Lintas Devisa, yakni dengan adanya
kewajiban melapor setiap transaksi valas di atas US$10.000. Tapi hal itu signifikansinya
terhadap melemahnya rupiah terlalu kecil.
Faktor yang men-trigger melemahnya rupiah paling besar adalah masalah
politik yang labil. Kondisi ini membuat kondisi vertikal, hubungan rakyat dengan
pemerintah, menjadi tidak stabil. Berbagai demonstrasi sebagai tanda tidak setuju rakyat
kepada kebijakan pemerintah.
Tertundanya pencairan dana pinjaman IMF, pencopotan sejumlah menteri,
penurunan rating oleh Standard & Poor's dan sikap pasar yang ingin menunggu momentum
Agustus 2000. Apa yang akan terjadi.
Yang paling mencolok pergantian dua menteri yang tidak disertai alasan
yang cukup, bahkan terkesan membingungkan. Sehinga membuat menteri bersangkutan membantah,
akhirnya menimbulkan ketidak percayaan pasar.
Tapi ini kan risiko dari sistem nilai tukar bebas mengambang (free float
exchange rate).
Benar sekali, dalam iklim sistem nilai tukar bebas rupiah akan terus
berfluktuasi sesuai situasi. Jadi rupiah sangat rentan.
Sitem nilai tukar ini jelas atas saran IMF pada saat awal datang ke
Indonesia. Kita tahu IMF mewakili negara-negara yang pro pasar, padahal pasar sangat tidak
rasional walau terkadang mengatasnamakan rasionalitas.
Anda memiliki pemikiran tentang bagaimana idealnya sistem nilai tukar
kita?
Dulu pernah ada ide currency board system (CBS), ini sebenarnya baik.
Bahkan bila perlu kita menerapkan sistem nilai tukar tetap (fix exchange rate system)
karena rupiah tidak akan diganggu oleh faktor apapun.
Tapi untuk kedua sistem tersebut makro ekonomi kita kan tidak
memenuhi syarat?
Siapa bilang, itu ketakutan yang sengaja diciptakan orang-orang pro
pasar terutama IMF. Kita lihat saja kenyataan berapa banyak negara yang baik, apalagi
menjadi maju, setelah dibantu IMF.
Survey membuktikan rata-rata negara yang dibantu IMF mengalami nasib
lebih buruk. Mana coba contoh negara yang berhasil?
Tapi Malaysia sekali menerapkan fix exchange rate system kini ekonominya
bangkit tak lebih dari setahun. Kita sudah berapa tahun ditongkrongin IMF?
Malaysia kan utang luar negerinya tidak sebesar kita, ditambah lagi
indikator makro lainnya lebih baik?
Itu termasuk salah satu alasan yang dihembuskan orang-orang propasar,
termasuk Paul Krugman juga meragukan Malaysia bisa pulih. Bahkan didengung-dengungkan
sistem itu tidak akan ada investasi masuk.
Sebaliknya kita dipuji dengan sistem nilai tukar bebas dan diharapkan
investor akan berbondong-bondong masuk. Sekarang faktanya, Malaysia sudah bangkit dan Paul
Krugman sendiri mengacungkan jempol buat negeri jiran itu.
Kuncinya pada percaya diri PM Mahatir Muhammad, bahkan dengan
keyakinannya berani mengatakan go to hell IMF.
Sepertinya Anda anti IMF!
Bukan saya anti perusakan, siapa saja silakan masuk asal dampaknya ada
perbaikan. Dengan IMF kita kan mengalami kerusakan lebih parah dari sebelum masuk.
Sekarang indikator makro sudah baik, inflasi rendah, laju pertumbuhan
mengesankan, suku bunga rendah. Tapi pada saat bersamaan sektor riil belum bergerak karena
bank belum bisa memberi kredit.
Ini menandakan rendahnya bunga bukan merupakan bunga riil karena tidak
bisa diserap oleh pasar. Suku bunga yang terbentuk tidak menggambarkan situasi ekonomi
yang terjadi.
Lalu bagaimana prospek rupiah ke depan?
Saya kira selama masih memakai free float exhange rate, selama itu juga
rupiah akan terus berfluktuasi. Kita harus acungkan jempol kepada Thailand yang sudah
berani bilang 'Persetan dengan IMF'.
Sejak awal saya juga tidak setuju dengan IMF, sebab dengan minta bantuan
dengan IMF ada persyaratan yang harus dipenuhi.